Sepi.
Dahulu saat tembakan berapi-api,
Laungan dan sorakan tak henti-henti.
Kini saat khabar derita terselindung mati,
Aku aku, engkau engkau, siapa peduli?
Saat yang tertinggi berjalan menapak kaki,
Menyusur sesak jalan yang penuh daki,
Dia diangkat berjiwa rakyat sejati ,
Hei, itu baru sekali!
Yang beribu tak makan nasi,
Hak ditarik bertubi-tubi,
Ada masuk berita sensasi?
Sepi.
Wajibkah membisingkan retorik,
Mendiamkan hakikat yang tak menarik.
Medondang sayangkan kera berbedak,
Menganak tirikan bayi teresak-esak.
Sepi. Ada kau kesah?
No comments:
Post a Comment